Rabu, 27 April 2011

ORANG TUA "ELEKTRONIK" OH, NO!!!

Di zaman era globalisasi ini TV bukanlah satu-satunya orangtua disamping ibu-bapaknya, masih ada orang tua lain yakni Komputer.Media yang sering dimainkan anak untuk bermain game ini sering juga disebut orang tua ketiga dan ke-empat ini adlah orangtua Elektronik. Sayangnya seberapa besar pengaruh orang tua elektronik bagi anak sering tidak disadari oleh orangtua "TULEN".Banyak orangtua yang menyerahkan anaknya ke TV atau Komputer, mereka membiarkan anaknya mengakses TV atau Komputer dengan bebas, tidak mengatur pola penggunaan kedua media ini dengan baik dan benar, pendek kata TV dan komputer justru menjadi Babysister setia bagi anak.sebagai himbauan sesama orangtua agar jangan menjadikan anak memiliki beberapa orangtua di rumah, yakni jangan biarkan media sebagai guru bagi anak, juru penerang, sang pengasuh yang selalu setia menemani anak. Peran tersebut seharusnya dijalankan oleh ibu-bapaknya bukan orangtua Elektronik.

LINUX KLUWEK, LINUXNYA PARA WANITA........!

Linux Kluwek linuknya perempuan, khusus bagi perempuan. kini sudah mempunyai komunitas untuk saling bertukar informasi karena 100% anggotanya perempuan. Makanya komunitas ini disebut dengan  kelompok linux cewek atau disingkat "KLUWEK". 
KLUWEK lahir dari sebuah obrolan ringan diantara para peserta ILC (International Linux Conference) di Yogyakarta. Selaras dengan misi KLUWEX yaitu "wadah berkumpul, berbagi dan bertukar ilmu pengetahuan". KLUWEX memberikan kemudahan kepada anggotanya untuk bertanya dan berbagi solusi seputar teknik pemakaian  LINUX melalui situs mereka, tak lupa bertukar cerita tentang keemajuan masing-masing dalam memanfaatkan LINUX. Selamat bergabung di LINUX-nya para wanita.


Jumat, 22 April 2011

TOLERANSI BERAGAMA

Manusia diciptakan Allah Subhanahu wata’ala bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal di antara sesama. Perbedaan di antara manusia adalah sunnatullah yang harus selalu dipupuk untuk kemaslahatan bersama. Perbedaan tidak melahirkan dan menebarkan kebencian dan permusuhan. “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.” (QS. Al Hujurat; 13).
Saling Menghormati Sesama
Sebagai makhluk sosial manusia mutlak membutuhkan sesamanya dan lingkungan sekitar untuk melestarikan eksistensinya di dunia. Tidak ada satu pun manusia yang mampu bertahan hidup dengan tanpa memperoleh bantuan dari lingkungan dan sesamanya.
Dalam konteks ini, manusia harus selalu menjaga hubungan antar sesama dengan sebaik-baiknya, tak terkecuali terhadap orang lain yang tidak seagama, atau yang lazim disebut dengan istilah toleransi beragama.
Toleransi beragama berarti saling menghormati dan berlapang dada terhadap pemeluk agama lain, tidak memaksa mereka mengikuti agamanya dan tidak mencampuri urusan agama masing-masing. Ummat Islam diperbolehkan bekerja sama dengan pemeluk agama lain dalam aspek ekonomi, sosial dan urusan duniawi lainnya. Dalam sejarah pun, Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam telah memberi teladan mengenai bagaimana hidup bersama dalam keberagaman. Dari Sahabat Abdullah ibn Amr, sesungguhnya dia menyembelih seekor kambing. Dia berkata, “Apakah kalian sudah memberikan hadiah (daging sembelihan) kepada tetanggaku yang beragama Yahudi? Karena aku mendengar Rasulullah berkata, “Malaikat Jibril senantiasa berwasiat kepadaku tentang tetangga, sampai aku menyangka beliau akan mewariskannya kepadaku.” (HR. Abu Dawud). Sesungguhnya ketika (serombongan orang membawa) jenazah melintas di depan Rasulullah, maka beliau berdiri. Para Sahabat bertanya, “Sesungguhnya ia adalah jenazah orang Yahudi wahai Nabi?” Beliau menjawab, “Bukankah dia juga jiwa (manusia)?” (HR. Imam Bukhari). Sesungguhnya Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam berhutang makanan dari orang Yahudi dan beliau menggadaikan pakian besi kepadanya.” (HR. Imam Bukhari).
Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Dalam soal beragama, Islam tidak mengenal konsep pemaksaan beragama. Setiap diri individu diberi kelonggaran sepenuhnya untuk memeluk agama tertentu dengan kesadarannya sendiri, tanpa intimidasi.
Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.” (QS. Yunus; 99-100). Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (QS. Al Kahfi; 29)
Persoalan keyakinan atau beragama adalah terpulang kepada hak pilih orang per orang, masing-masing individu, sebab Allah Subhanahu wata’ala sendiri telah memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih jalan hidupnya. Manusia oleh Allah Subhanahu wata’ala diberi peluang untuk menimbang secara bijak dan kritis antara memilih Islam atau kufur dengan segala resikonya. Meski demikian, Islam tidak kurang-kurangnya memberi peringatan dan menyampaikan ajakan agar manusia itu mau beriman
Dalam sebuah Hadits, riwayat Ibnu Abbas, seorang lelaki dari sahabat Anshar datang kepada Nabi, meminta izin untuk memaksa dua anaknya yang beragama Nasrani agar beralih menjadi muslim. Apa jawab Nabi? Beliau menolak permintaan itu, sambil membacakan ayat yang melarang pemaksaan seseorang dalam beragama, yaitu Surah Al-Baqarah: 256:”Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Baqarah; 256)
Dalam Aqidah Tidak Ada Toleransi
Jika dalam aspek sosial kemasyarakatan semangat toleransi menjadi sebuah anjuran, ummat Islam boleh saling tolong menolong, bekerja sama dan saling menghormati dengan orang-orang non Islam, tetapi dalam soal aqidah sama sekali tidak dibenarkan adanya toleransi antara ummat Islam dengan orang-orang non Islam.
Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam tatkala diajak ber-toleransi dalam masalah aqidah, bahwa pihak kaum Muslimin mengikuti ibadah orang-orang kafir dan sebaliknya, orang-orang kafir juga mengikuti ibadah kaum Muslimin, secara tegas Rasulullah diperintahkan oleh Allah Subhanahu wata’ala untuk menolak tawaran yang ingin menghancurkan prinsip dasar Aqidah Islamiyah itu. Allah Ta’ala berfirman: Katakanlah: “Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al Kafirun; 1-6).
Dalam setiap melaksanakan sholat, sebenarnya ummat Islam telah diajarkan untuk selalu berpegang teguh terhadap aqidah Islamiyah dan jangan sampai keyakinan ummat Islam itu sedikit pun dirasuki oleh virus syirik, yaitu dengan membaca: “Sesungguhnya Aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan Aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya milik Allah, Tuhan semesta alam. Tidak ada yang menyekutui-Nya. Oleh karena itu aku diperintah dan aku termasuk orang-orang Islam.”
Kebenaran Islam sebagai satu-satunya agama yang sah harus selalu diyakini oleh kaum Muslimin dengan kadar keimanan yang teguh. Sama sekali tidak dibenarkan bahwa masing-masing agama memiliki kebenaran yang relatif, sebagaimana yang sekarang sedang digembar-gemborkan oleh kelompok Jaringan Islam Liberal (JIL) dan telah banyak merasuki jiwa generasi muda Islam. Bukankah Allah Subhanahu wata’ala telah menandaskan: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran; 85).

BATIK WARISAN LELUHUR YANG HARUS DILESTARIKAN

Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi 
Seni pewarnaan kain dengan teknik pencegahan pewarnaan menggunakan malam adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal.[3]. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.[4]
Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. [3]Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik.[5]
G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu.[5] Detil ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan buddhis dari Jawa Timur abad ke-13. Detil pakaian menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal.
Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa.[6] Oleh beberapa penafsir,who? serasah itu ditafsirkan sebagai batik.
Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman.[3]
Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Pada saat yang sama imigran dari Indonesia ke Persekutuan Malaya juga membawa batik bersama mereka.

Kamis, 21 April 2011

MEMAKNAI HARI KARTINI (EMANSIPASI WANITA)

Bila berbicara semangat emansipasi dan kesetaraan gender maka yang ada dalam benak kita adalah sosok Kartini.

Wanita bernama lengkap Raden Ajeng Kartini yang lahir pada 21 April 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah ini memiliki tempat tersendiri di mata masyarakat Indonesia. Ide-ide besarnya telah mampu menggerakkan dan mengilhami perjuangan kaumnya dari kebodohan yang tidak disadari pada masa lalu. Dengan keberanian dan pengorbanan yang tulus, dia mampu menggugah kaumnya dari belenggu diskriminasi.

Perayaan Hari Kartini kerap dijadikan momentum untuk menumbuhkan kesadaran bagi kaum perempuan untuk maju. Di sisi lain, kaum pria lebih menghargai dan memberi kesempatan kepada perempuan untuk menunjukkan kemampuannya. Namun, apakah sosok Kartini hanya membawa semangat emansipasi dan kesetaraan gender saja?

Berikut pendapat Ketua Komnas Perempuan, Yunianti Huzaifah dalam perbincangan dengan okezone, Kamis (20/4/2011).

Bagaimana sosok Kartini menurut Anda?

Beberapa hal yang perlu ditangkap dari sosok Kartini yaitu Pertama, semangat Kartini untuk menentang kemiskinan dan kelompok-kelompok yang tertindas, seperti kita ketahui perempuan saat ini masih banyak yang mengalami kemiskinan secara ekonomi, dan itu cukup tinggi angkanya, kelompok-kelompok marginal juga demikian, kekerasan juga tinggi.

Bagaimana permasalahan perempuan saat ini berdasarkan data Komnas Perempuan?

Berdasarkan Catatan tahunan kekerasan terhadap perempuan (Catahu KtP) yang dikeluarkan Komnas Perempuan Tahun 2010. Setidaknya ada 105.103 kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditangani oleh 384 lembaga pengada layanan sepanjang pada tahun 2010. Jumlah terbanyak adalah kasus di ranah personal, yaitu sebanyak lebih dari 96 persen kasus yang ditangani atau 101.128 kasus.

Di ranah publik, Komnas Perempuan mencatat 3.530 kasus. Sisanya, yaitu sebanyak 445 kasus terjadi di ranah negara. Total jumlah yang ditangani tahun 2010 memang lebih sedikit dibandingkan data tahun lalu, yaitu sebanyak 143.586 kasus.

Dari data yang berhasil dihimpun, di ranah personal, kasus kekerasan terhadap istri masih yang paling banyak, yaitu lebih 97 persen atau sebanyak 98.577 kasus dari 101.128 kasus. Selebihnya, terdapat 1.299 kasus kekerasan dalam pacaran dan 600 kasus kekerasan terhadap anak perempuan.

Di ranah publik, hampir setengah atau sebanyak 1.751 dari 3.530 kasus adalah kekerasan seksual, antara lain dalam tindak perkosaan, percobaan perkosaan, pencabulan, dan pelecehan seksual.

Semangat apalagi yang dibawa oleh sosok Kartini selain emansipasi wanita?

Semangat Kartini kedua, yaitu mencoba membangun perdamaian. Walaupun ketika itu dia dijajah dan dan dalam kondisi perang, tetapi Kartini tetap menjalin hubungan dengan kelompok-kelompok feminis dari negeri yang menjajah bangsanya, dia tetap aktif berkampanye, aktif menulis, dan membicarakan kondisi pribumi.

Kartini juga mengajarkan budaya menulis. Bila dikontekskan sekarang perjuangan gerakan perempuan ini harus merentas perdamaian. Di mana di Indonesia saat ini kekerasan antar kelompok dan agama sering meruncing, gerakan perempuan diharapkan dapat berperan dalam menyelesaikan persoalan tersebut.

Ketiga, semangat Kartini yang bisa diambil adalah bagaimana Kartini mencontohkan bahwa dengan perkawinan tidak mengganggu aktivias perjuangannya. Ketika itu Kartini muda melakukan negosiasi dengan calon suami sebelum menikah, di mana ia mendapat beasiswa tetapi memilih menikah asal setelah menikah tetap boleh mendirikan sekolah dan melanjutkan pendidikannya. Dan akhirnya Kartini bisa tetap melanjutkan pendidikannya setelah menikah.

Ini menunjukkan bahwa institusi perkawinan tidak menghalangi perempuan untuk melakukan aktivitasnya. Karena saat ini banyak perempuan yang beranggapan bahwa setelah perkawinan banyak yang tidak bisa beraktivitas lagi.